Selasa, 24 April 2012


POLA-POLA PEMBELAJARAN ANAK AUTIS
A.    Pendahuluan
Dalam system pembelajaran anak-anak autis berbeda dengan anak-anak normal lainnya. Keistimewaan yang dimiliki anak autis menjadi salah satu hal yang harus diperhatikan para pendidik untuk tetap mendidik anak autis dengan pengetahuan yang sama, namun dengan pola pembelajaran yang unik. Bisa dilihat fenomena yang terjadi masih banyak anak autis yang dianggap mimpi buruk bagi keluarganya ini justru sering diabaikan bahkan dikurung didalam ruangan khusus. Bahkan beberapa anak autis memiliki prestasi yang luar biasa. Itu menunjukkan bahwa anak autispun sama seperti anak normal lainnya, hanya perlu pendekatan yang khusus. Oleh karena itu perlu pembelajaran khusus untuk anak autis, guna memaksimalkan kemampuan yang sebenarnya dimiliki oleh anak autis.

B.     Rumusan Masalah
1.      Pengertian pendidikan?
2.      Apa saja Model-model pembelajaran,
3.      Apa saja Metode pembelajaran?
4.      Apa model dan metode yang cocok untuk anak autis?

C.    Pembahasan
1.      Pengertian pendidikan
Berikut ini beberapa pengertian pendidikan:
a.       Ki Hajar Dewantara menyatakan, bahwa pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan tumbuhnya budi pekerti (kekuatan bati, karakter), pikiran (intelektual) dan tubuh anak.
b.      GBHN Tahun 1973 menyatakan, bahwa pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kpribadian dan kemampuan peserta didik didalam dan diluar sekolah dan berlangsung seumur hidup.
c.       UUSP No.2 Tahun 1989 menyatan, bahwa pendidikan adalah usaha untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau/ pelatihan bagi peranannya dimasa yang akan datang.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas maka pengertian pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis, yang dilakukan oleh orang-orang yang diserahi tanggung jawab untuk mempengaruhi peserta didik agar mempunyai sifat dan tabiat sesuai dengan cita-cita pendidikan.
2.      Model-model pembelajaran
Beberapa model pembelajaran:
a.      Model Reasoning and Problem Solving
Reasoning merupakan bagian berpikir yang berada di atas level memanggil (retensi), yang meliputi: basic thinking, critical thinking, dan creative thinking. Termasuk basic thinking adalah kemampuan memahami konsep.
Problem adalah suatu situasi yang tak jelas jalan pemecahannya yang mengkonfrontasikan individu atau kelompok untuk menemukan jawaban dan problem solving adalah upaya individu atau kelompok untuk menemukan jawaban berdasarkan pengetahuan, pemahaman, keterampilan yang telah dimiliki sebelumnya dalam rangka memenuhi tuntutan situasi yang tak lumrah tersebut (Krulik & Rudnick, 1996).
Jadi aktivitas problem solving diawali dengan konfrontasi dan berakhir apabila sebuah jawaban telah diperoleh sesuai dengan kondisi masalah. Kemampuan pemecahan masalah dapat diwujudkan melalui kemampuan reasoning.
Model reasoning and problem solving dalam pembelajaran memiliki lima langkah pembelajaran (Krulik & Rudnick, 1996), yaitu: (1) membaca dan berpikir, (2) mengeksplorasi dan merencanakan, (3) menseleksi strategi, (4) menemukan jawaban, (5) refleksi dan perluasan.
b.      Model Inquiry Training
Terdapat tiga prinsip kunci, yaitu pengetahuan bersifat tentatif,manusia memiliki sifat ingin tahu yang alamiah, dan manusia mengembangkan indivuality secara mandiri. Prinsip pertama menghendaki proses penelitian secara berkelanjutan, prinsip kedua mengindikasikan pentingkan siswa melakukan eksplorasi, dan yang ketiga kemandirian, akan bermuara pada pengenalan jati diri dan sikap ilmiah.
Model inquiry training memiliki lima langkah pembelajaran (Joyce & Weil, 1980), yaitu: (1) menghadapkan masalah, (2) menemukan masalah, (3) mengkaji data dan eksperimentasi, (4) mengorganisasikan, merumuskan, dan menjelaskan, dan (5) menganalisis proses penelitian untuk memperoleh prosedur yang lebih efektif.
c.       Model Problem-Based Instruction
Problem-based instruction adalah model pembelajaran yang berlandaskan paham konstruktivistik yang mengakomodasi keterlibatan siswa dalam belajar dan pemecahan masalah otentik. Dalam memperoleh informasi dan pengembangan pemahaman tentang topik-topik, siswa belajar bagaimana mengkonstruksi kerangka masalah, mengorganisasikan dan menginvestigasi masalah, mengumpulkan dan menganalisis data, menyusun fakta, mengkonstruksi argumentasi mengenai pemecahan masalah, bekerja secara individual atau kolaborasi dalam pemecahan masalah.
Model problem-based instruction memiliki lima langkah pembelajaran, yaitu: (1) guru mendefisikan atau mempresentasikan masalah atau isu yang berkaitan, (2) guru membantu siswa mengklarifikasi masalah dan menentukan bagaimana masalah itu diinvestigasi, (3) guru membantu siswa menciptakan makna terkait dengan hasil pemecahan masalah yang akan dilaporkan, (4) pengorganisasian laporan, dan (5) presentasi.
d.      Model Pembelajaran Perubahan Konseptual
Agar terjadi proses perubahan konseptual, belajar melibatkan pembangkitan dan restrukturisasi konsepsi-konsepsi yang dibawa oleh siswa sebelum pembelajaran. Ini berarti bahwa mengajar bukan melakukan transmisi pengetahuan tetapi memfasilitasi dan memediasi agar terjadi proses negosiasi makna menuju pada proses perubahan konseptual.
Model pembelajaran perubahan konseptual memiliki enam langkah pembelajaran, yaitu: (1) Sajian masalah konseptual dan kontekstual, (2) konfrontasi miskonsepsi terkait dengan masalah-masalah tersebut, (3) konfrontasi sangkalan berikut strategi-strategi demonstrasi, analogi, atau contoh-contoh tandingan, (4) konfrontasi pembuktian konsep dan prinsip secara ilmiah, (5) konfrontasi materi dan contoh-contoh kontekstual, (6) konfrontasi pertanyaan-pertanyaan untuk memperluas pemahaman dan penerapan pengetahuan secara bermakna.
e.       Model Group Investigation
Ide model pembelajaran geroup investigation bermula dari perpsektif filosofis terhadap konsep belajar. Untuk dapat belajar, seseorang harus memiliki pasangan atau teman. Pada tahun 1916, John Dewey, menulis sebuah buku Democracy and Education (Arends, 1998). Dalam buku itu, Dewey menggagas konsep pendidikan, bahwa kelas seharusnya merupakan cermin masyarakat dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar tentang kehidupan nyata.
Model group-investigation memiliki enam langkah pembelajaran (Slavin, 1995), yaitu: (1) grouping, (2) planning, (3) investigation, (4) organizing, (5) presenting, dan (6) evaluating.

3.      Metode pembelajaran
a.       Ceramah
Ceramah yang dimaksud disini adalah ceramah yang cenderung interaktif, yaitu melibatkan peserta melalui adanya tanggapan balik atau perbandingan dengan pendapat dan pengalaman peserta.
Media pendukung yang digunakan, seperti bahan serahan (handouts), transparansi yang ditayangkan dengan OHP, bahan presentasi yang ditayangkan dengan LCD, tulisan-tulisan di kartu metaplan dan/kertas plano, dll.
b.      Diskusi Umum (Diskusi Kelas)
Metode ini bertujuan untuk tukar menukar gagasan, pemikiran, informasi/ pengalaman diantara peserta, sehingga dicapai kesepakatan pokok-pokok pikiran (gagasan, kesimpulan). Kesepakatan pikiran inilah yang kemudian ditulis sebagai hasil diskusi. Diskusi biasanya digunakan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari penerapan berbagai metode lainnya, seperti: penjelasan (ceramah), curah pendapat, diskusi kelompok, permainan, dan lain-lain.
c.       Curah Pendapat (Brainstorming)
Metode curah pendapat adalah suatu bentuk diskusi dalam rangka menghimpun gagasan, pendapat, informasi, pengetahuan, pengalaman, dari semua peserta..
Tujuan curah pendapat adalah untuk membuat kompilasi (kumpulan) pendapat, informasi, pengalaman semua peserta yang sama atau berbeda. Hasilnya kemudian dijadikan peta informasi, peta pengalaman, atau peta gagasan untuk menjadi pembelajaran bersama.
d.      Diskusi Kelompok
Diskusi kelompok adalah pembahasan suatu topik dengan cara tukar pikiran antara dua orang atau lebih, dalam kelompok-kelompok kecil, yang direncanakan untuk mencapai tujuan tertentu.
Tujuan penggunaan metode ini adalah mengembangkan kesamaan pendapat atau kesepakatan atau mencari suatu rumusan terbaik mengenai suatu persoalan.Setelah diskusi kelompok, proses dilanjutkan dengan diskusi pleno. Pleno adalah istilah yang digunakan untuk diskusi kelas atau diskusi umum yang merupakan lanjutan dari diskusi kelompok yang dimulai dengan pemaparan hasil diskusi kelompok.
e.       Bermain Peran (Role-Play)
Bermain peran pada prinsipnya merupakan metode untuk ‘menghadirkan’ peranperan yang ada dalam dunia nyata ke dalam suatu ‘pertunjukan peran’ di dalam kelas/pertemuan, yang kemudian dijadikan sebagai bahan refleksi agar peserta memberikan penilaian terhadap. Metode ini lebih menekankan terhadap masalah yang diangkat dalam ‘pertunjukan’, dan bukan pada kemampuan pemain dalam melakukan permainan peran.
f.       Simulasi
Metode simulasi adalah bentuk metode praktek yang sifatnya untuk mengembangkan ketermpilan peserta belajar (keterampilan mental maupun fisik/teknis). Metode ini memindahkan suatu situasi yang nyata ke dalam kegiatan atau ruang belajar karena adanya kesulitan untuk melakukan praktek di dalam situasi yang sesungguhnya. Situasi yang dihadapi dalam simulasi ini harus dibuat seperti benar-benar merupakan keadaan yang sebenarnya (replikasi kenyataan).
g.      Sandiwara
Penggunaan metode ini ditujukan untuk mengembangkan diskusi dan analisa peristiwa (kasus).
Tujuannya adalah sebagai media untuk memperlihatkan berbagai permasalahan pada suatu tema (topik) sebagai bahan refleksi dan analisis solusi penyelesaian masalah. Dengan begitu, rana penyadaran dan peningkatan kemampuan analisis dikombinasikan secara seimbang.
h.      Demonstrasi
Demonstrasi adalah metode yang digunakan untuk membelajarkan peserta dengan cara menceritakan dan memperagakan suatu langkah-langkah pengerjaan sesuatu.
Tujuan demonstrasi: demonstrasi proses untuk memahami langkah demi langkah; dan demonstrasi hasil untuk memperlihatkan atau memperagakan hasil dari sebuah proses.Biasanya, setelah demonstrasi dilanjutkan dengan praktek oleh peserta sendiri. Sebagai hasil, peserta akan memperoleh pengalaman belajar langsung setelah melihat, melakukan, dan merasakan sendiri. Tujuan dari demonstrasi yang dikombinasikan dengan praktek adalah membuat perubahan pada rana keterampilan.
i.        Praktek Lapangan
Metode praktik lapangan bertujuan untuk melatih dan meningkatkan kemampuan peserta dalam mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yangdiperolehnya. Kegiatan ini dilakukan di ‘lapangan’, yang bisa berarti di tempat kerja, maupun di masyarakat.
j.        Permainan (Games)
Karakteristik permainan adalah menciptakan suasana belajar yang menyenangkan (fun) serta serius tapi santai (sersan). Permainan digunakan untuk penciptaan suasana belajar dari pasif ke aktif, dari kaku menjadi gerak (akrab), dan dari jenuh menjadi riang (segar). Metode ini diarahkan agar tujuan belajar dapat dicapai secara efisien dan efektif dalam suasana gembira meskipun membahas hal-hal yang sulit atau berat.Sebaiknya permainan digunakan sebagai bagian dari prosesbelajar, bukan hanya untuk mengisi waktu kosong atau sekedar permainan.

4.      Model dan metode yang cocok untuk anak autis
Ada Beberapa Pendekatan Pembelajaran Anak Autistik Antara Lain:
a.       Discrete Tial Training (DTT): Training ini didasarkan pada Teori Lovaas yang mempergunakan pembelajaran perilaku. Dalam pembelajarannya digunakan stimulus respon atau yang dikenal dengan orperand conditioning. Dalam prakteknya guru memberikan stimulus pada anak agar anak memberi respon. Apabila perilaku anak itu baik, guru memberikan reinforcement (penguatan). Sebaliknya perilaku anak yang buruk dihilangkan melalui time out/ hukuman/kata “tidak”.
b.      Intervensi LEAP (Learning Experience and Alternative Programfor Preschoolers and Parents) menggunakan stimulus respon (sama dengan DTT) tetapi anak langsung berada dalam lingkungan sosial (dengan teman-teman). Anak auitistik belajar berperilaku melalui pengamatan perilaku orang lain.
c.       Floor Time merupakan teknik pembelajaran melalui kegiatan intervensi interaktif. Interaksi anak dalam hubungan dan pola keluarga merupakan kondisi penting dalam menstimulasi perkembangan dan pertumbuhan kemampuan anak dari segi kumunikasi, sosial, dan perilaku anak.
d.      TEACCH (Treatment and Education for Autistic Childrent and Related Communication Handicaps) merupakan pembelajaran bagi anak dengan memperhatikan seluruh aspek layanan untuk pengembangan komunikasi anak. Pelayanan diprogramkan dari segi diagnosa, terapi/treatment, konsultasi, kerjasama, dan layanan lain yang dibutuhkan baik oleh anak maupun orangtua.

D.    Penutup
Demikianlah makalah ini saya buat dengan sebaik-baiknya pasti ada kekurangannya, bimbingan dari dosen sangat saya harapkan.

E.     Daftar Isi
Munib, Ahmad dkk. 2010. Pengantar Ilmu Pendidikan. Semarang: Universitas Negeri Semarang Press 2010

Selasa, 10 April 2012

Hanya Pendapat


Adat istiadat yang mengikat, mungkin membuat orang lebih disiplin dan membuat nama baik keluarga terjaga seiring dengan patuhnya kita dalam aturan adat istiadat. Ada aturan wanita tidak boleh keluar malam, karena akan dianggap wanita jalang. Apabila itu dipatuhi, benarkah menjamin bahwa wanita itu wanita baik-baik? Ada beberapa teori pribadi yang dipaparkan, justru jika seseorang baik wanita atau perempuan yang dikekang dengan beberapa aturan disiplin yang berlebihan, jika seseorang itu tumbuh dewasa akan merasa dirinya dipenjara dan seperti tidak memiliki kebebasan untuk bersosialisasi dengan sempurna. Ini yang akan mengakibatkan pemerontakan batin, bukankah kita mempunyai negara bebas? Apalagi jika adat itu hanya berlaku dan beberapa yang tidak mematuhinya tidak mendapat sanksi yang sesuai, itu akan membuat sebagian masyarakat menjadai iri dan merasa dirinya tidak mendapatkan keadilan yang diinginkan. Bahkan baru saja kemaren secara pribadi saya alami
“teman laki-laki saya datang pada malam pukul 19.30-20.17, tidak terlalu malam untuk sekedar bersilaturrahim, tetapi hal itu membuat beberapa terganggu, benarkah? Hal ini dipaparkan ibu saya keesokan harinya katanya jangan ada teman laki-laki main lagi kesini tidak baik dilihat tetangga. Kaget aku mendengarnya, apa yang salah jika ada teman yang main kesini untuk bersilaturrahim?” Bingung, heran, dan aneh untuk di pikir secara logika, alasan yang tidak masuk akal itu membuat aku bertanya-tanya. Apa yang buruk? Mengapa mereka menganggap itu tidak baik? Kehidupan seperti ini membuat beberapa orang akan stress dan terus memberontak. Seperti beberapa kasus yang hampir mirip dengan ini. “seseorang laki-laki yang memberontak karena dari dia kecil selalu di kekang didalam rumah khusus dengan aturan yang sangat mengikat, aturan itu berakhir karena dia tumbuh dewasa dan diperbolehkan untuk keluar dari rumah khusus itu, saat diluar sana, dia justru menjadi seorang preman yang tingkah lakunya bisa melebihi orang-orang yang terbiasa diluar, karena mereka akan merasa ingin tahu kehidupan luar yang belum pernah dirasakan sebelumnya”. Kisah yang lain berkaitan dengan seks “seorang mahasiswi yang berjilbab itu ternyata, kebanyakan dari mereka yang melakukan seks lebih dari pada mereka yang tidak berjilbab, ini benar atau tidak bisa dilakukan beberapa survei wawancara pada supir taksi yang menurunkan wanita berjilbab didekat tempat kostnya agar tidak ketahuan ibu kost”. Kisah ini hany cerita yang saya dengar, jadi jika ingin tahu bukti kebenarannya cari sendiri ya,,,
J ,,,